Saturday, March 8, 2008

Mencari Zarah Terkecil Penyusun Jagat Raya


Mencari Zarah Terkecil Penyusun Jagat Raya


Terry Mart (Departemen Fisika, FMIPA UI )

Sejauh saya bisa mengingat, hanya dua buku kosmologi populer yang menarik dan enak dibaca. Pertama adalah karya pemenang Nobel Fisika tahun 1979, Steven Weinberg, berjudul The First Three Minutes yang bercerita tentang tiga menit pertama setelah jagat raya diciptakan.
Buku kedua, A Brief History of Time, ditulis ahli kosmologi Stephen Hawking dengan topik hampir sama, kecuali diselingi upaya terakhir manusia dalam menyatukan semua teori melalui teori Superstring. Meski buku kedua ternyata jauh lebih laris dari buku pertama, saya lebih “jatuh hati” pada buku karya Weinberg.Saat menulis bukunya, Stephen Hawking memutuskan lebih berorientasi pada tuntutan pasar. Pada pengantar ia ungkapkan setiap persamaan matematika yang ia tulis akan mengurangi separuh potensi penjualan. Akhirnya Hawking hanya menulis satu persamaan saja, persamaan terkenal Einstein E=mc². Mudah dimengerti, menghapuskan sama sekali matematika dalam pembahasan fisika merupakan hal yang absurd. Sama absurdnya dengan mempertahankan argumen dominasi warna kuning pada lukisan Van Gogh dengan kata-kata tanpa menampilkan lukisan tersebut. Namun, haruslah ada jalan tengah yang dapat diterima penulis, pembaca, maupun penerbit buku.
Lebih dari 10 tahun sebelum Hawking, Steven Weinberg membayangkan calon pembaca buku yang ia tulis seperti seorang pengacara yang cerdas. Seorang pengacara yang lihai biasanya tidak akan puas dengan sekeping informasi yang disajikan, lebih-lebih jika informasi tersebut merupakan kunci yang dapat menyibak misteri utama yang sedang ia selidiki.
Untuk informasi penting ini dibutuhkan pembuktian yang tidak dapat disanggah. Dengan filosofi ini, Weinberg tetap menyediakan rumus-rumus matematika pembuktian informasi kunci yang ia jelaskan dalam bukunya. Agar tidak mengganggu pembaca “lain”, maka rumus tadi diberi sebagai lampiran. Tentu saja cara ini lebih elegan karena tidak semua pembaca senang dianggap sebagai orang awam.
Mendiang Hans Jacobus Wospakrik tampaknya menempuh cara lain. Dalam bukunya ia menggunakan beberapa persamaan matematika sederhana sebagai bagian integral buku. Sepintas cara ini terdengar kurang bijak, namun jika kita amati dengan teliti, ternyata hal ini sama sekali bukan masalah. Formula matematika yang digunakan sangat sederhana, dapat dimengerti bagi mereka yang pernah belajar matematika dan fisika setingkat SMP.
Cara ini juga saya nilai tepat untuk mendidik masyarakat menjadi lebih kritis terhadap informasi, terutama informasi kontroversial. Bayangkan seumpama ada seorang yang mengklaim kehidupan abadi (paling sedikit kehidupan dengan usia setara usia jagat raya) dapat dicapai jika ia berhasil menciptakan kendaraan yang dapat melaju mendekati kecepatan cahaya.
Buku berjudul Dari Atomos hingga Quark ini bercerita tentang sejarah upaya manusia selama lebih dari 2.500 tahun mencari penyusun dasar jagat raya dan bagaimana mereka berperilaku. Dimulai dari usaha awal filsuf Yunani purba sekitar tahun 600 SM yang menahbiskan air sebagai penyusun semua zat, hingga pencarian zarah Higgs yang dapat menjelaskan mekanisme bagaimana komponen dasar jagat raya memiliki massa, buku ini menghadirkan aliran kontinu sejarah perkembangan sains fisika secara jernih.
Sebagai peneliti, saya mencatat bagian paling menarik diungkapkan di awal bab pertama yang menjelaskan kemajuan sains hanya dapat diraih para pemikir bebas yang tak terikat lingkungan pemerintah serta kepentingan praktis atau sesaat. Harus diakui, masyarakat Mesir dan Babilonia saat itu telah memiliki ilmu astronomi dan matematika canggih. Namun, karena tujuan utama ilmu tersebut hanya untuk keperluan penujuman astrologi serta pemetaan lahan pertanian, para ilmuwan setempat kurang tertarik memikirkan zarah terkecil yang merupakan “batu bata” jagat raya.
Berpindah tangan
Dari Yunani ilmu pengetahuan berpindah ke tangan Aleksandria (Iskandariah) dan Arab. Tidak dapat dibantah, kontribusi ilmuwan Arab sangat penting dalam meneruskan dan mengembangkan konsep yang dilahirkan para filsuf Yunani, terutama dalam bidang matematika, fisika, kimia, dan astronomi. Di bidang matematika, ilmuwan paling menonjol adalah Al-Khawarizmi (algorithm menurut ucapan orang Eropa) yang melahirkan konsep aljabar. Mungkin tidak semua orang tahu bahwa galaksi Andromeda pertama kali berhasil diamati ilmuwan Arab Persia yang bernama Abdul Rahman Al-Sufi pada tahun 964 yang memublikasikan pengamatan tersebut dalam buku berjudul Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawwar (The Book of Fixed Stars). Meskipun demikian, yang menjadi selebriti masa itu adalah bidang alkimia. Sumbangan ilmuwan Arab di bidang ini sangat membantu melicinkan pengembangan ilmu kimia beberapa abad kemudian di Eropa.
Perpindahan ilmu pengetahuan ke tangan Eropa dijelaskan pada bab tiga. Perkembangannya dimulai dengan pertanyaan kebenaran tujuan alkimiawan, “Apakah emas dan perak dapat diciptakan dari logam biasa?”
Dari sini muncul terobosan baru fisikawan Irlandia, Robert Boyle, yang menolak teori empat unsur Yunani purba serta tiga asas alkimiawan Arab. Mulailah petualangan fisikawan mencari zarah penyusun semesta hingga mengalami “titik belok” pada awal tahun 1900 dengan lahirnya mekanika kuantum. Kelahiran mekanika diskret ini serta dampaknya dijelaskan penulis pada bab sepuluh.
Pada tahun 1961, Murray Gell-Mann berhasil mengelompokkan zarah-zarah yang berinteraksi kuat melalui kesamaan bilangan kuantum mereka. Pengelompokan ini ternyata sesuai dengan teori simetri istimewa yang ia namakan the Eightfold Way. Dari pengelompokan tersebut, Gell-Mann meramalkan kehadiran zarah baru bernama yang saat itu belum teramati.
Pada kenyataannya, hanya dibutuhkan tiga tahun hingga ramalan Gell-Mann ini terbukti secara eksperimen. Selain itu, teori Gell-Mann juga mengizinkan dekomposisi hadron menjadi zarah yang lebih kecil yang dia sebut quark. Ada enam jenis quark yang dikenal ilmuwan saat ini. Cerita tentang quark yang diberikan pada bab 15 (terakhir) ini ditutup dengan teori Weinberg-Salam, diiringi penormalan ulang oleh Gerardus ‘t Hooft, serta pencarian zarah Higgs yang (jika ditemukan) akan semakin mengukuhkan teori kuantum.
Memahami fisika
Secara umum, buku setebal 324 halaman ini berhasil menjelaskan kronologi perkembangan sains fisika (dan kimia) selama lebih dari 25 abad dalam mencari atomos (zarah terkecil yang tak dapat dibagi) sebenarnya. Buku ini dapat dipakai memahami mekanisme perkembangan fisika bagi pembaca yang relatif awam di bidang ini, atau menutupi lubang-lubang pengetahuan umum bagi para profesional fisika.
Meski tergolong relatif serius, beberapa selingan berupa biografi singkat ilmuwan diberikan secara santai. Pada halaman 292 misalnya, dikisahkan ironi yang menimpa matematikawan jenius Norwegia, Niels Henrik Abel, yang meninggal pada usia 27 tahun karena penyakit paru-paru. Dua hari setelah kepergiannya, datang sepucuk surat menawarkan jabatan akademik di salah satu universitas di Berlin.

Tanggapan ke “Mencari Zarah Terkecil Penyusun Jagat Raya”

  1. Berbicara mengenai zat terkecil penyusun alam semesta berarti bicara tentang materi. Apakah Anda percaya bahwa kita dan alam semesta ini adalah sebuah materi, benda berwujud? Pernah terpikir dalam benak saya bahwa hanya ada satu materi yang benar-benar ada dan kita semua adalah sebuah halusinasi belaka. Mungkinkah Tuhan adalah satu-satunya zat yang berwujud. Bahkan suami saya pernah berseloroh, bahwa kita semua sebenarnya sedang duduk dan dikepala kita tersambung kabel2 yang memprogram kita berada dalam film kehidupan. dan saatnya kiamat nanti,kita semua dibangunkan dari halusinasi tersebut dan menjalani kehidupan nyata. Mohon beri pendapat Anda. Terima kasih.Ini hanyalah sebuah pendapat dari seorang ibu rumah tangga yang mencintai kehidupannya. Salam

    @
    Salam kembali Bu, saya juga tidak tahu. Wujud terkecil dari materi itu belum terdeteksi karena pengetahuan dan teknologi tidak bisa mengukurnya. Ini diteguhkan kebimbangannya oleh teori dawai. Hologram besar Pibram mempertanyakan hal serupa. Wahdatul wujud Ibnu Araby berabad lalu merujuk pada pengertian Allah sebagai satu-satunya yang wujud. Harun Yahya juga memberikan penjelasan kurang lebih sama.
    Tuan Plato telah memikirkan realitas semu ini sebagai dunia ide, sebagai realitas ide?

    Lalu, bagaimana dengan penjelasan Allah :
    (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka.” Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami (QS 7:51)

    Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS 23:115)

    dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin(QS 102:7) => tentang hari kebangkitan/kiamat.

    Karena pengetahuan berada pada wilayah pseudo sains maka ini adalah spekulasi ilmuwan untuk mencari wujud terkecil materi maka berpikir seperti yang disampaikan suami Ibu sampai merujuk pada filsuf masa lalu adalah logis juga. Al Qur’an sepertinya mengisyaratkan hal ini. Alam semesta seperti screen savernya layar monitor ==>(QS 7:51)

    Namun, QS 23:115 menegasi, alam semesta diciptakan.

    Dan keyakinan akan sangat akan didapatkan nanti — ainul yaqin — (QS 102:7)

    Kesimpulan saya sementara : Allah menjelaskan dalam konteks perbandingan bahwa dibanding dengan kehidupan di kampung akhirat, maka alam semesta ini sesungguhnya fana (tidak abadi), semu, dan main-main saja (penuh tipu daya) dan ini ditegasi pula oleh :
    Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
    (QS 6:32).
    Sungguh, maha benar Allah dengan firmanNya. Wallahu alam. Salam

  2. As Salammu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
    Mencari zarah terkecil di jagad raya ? “KONYOL”
    Dalam kehidupan keseharian kita saja ada, contohnya cahaya. Apa itu cahaya ? Ion-ion yang bertumbukankah ? kalau ya, apa yang memercik pada hasil tumbukannya apakah elektronkah, protonkah, netronkah ataukah yang bernama Quark ? kalau cahaya adalah Quark, lalu bagaimana mungkin retina kita yang notabene terdiri dari susunan molekul-molekul dapat menangkap sesuatu yang lebih kecil ? kalau memang demikian, mungkinkah alat ukur yang mempunyai batasan rendahnya 1 Ampere digunakan untuk mengukur arus 0,001 Ampere ????
    Albert Einsten pernah berkata “Suatu ilmu tampa agama akan menjadi buta”.
    Saya kira tempat sekali ungkapan beliau, kalau kita mencari-cari sesuatu diluar batas kemampuan akal fikiran kita maka tidak akan menjumpai suatau batas akhir kecuali hanya dengan iman (kepercayaan mutlak). Mari kita simak persamaan Einsten yaitu E=mc² yang notabene kita hanya harus percaya saja dari sejak bangku sekolah sampai saat ini, dengan kata lain kita hurus meng-iman-i bahwa E=mc² titik. Energi ya pokoke energi mau energi suara, nuclear, listrik, gelombang dll sekali lagi pokoke energi titik, Massa ya pokoke masa atau materi mau uranium, helium, besi dll sekali lagi pokek Massa begitu juga constata kecepatan cahaya mau standar NASA, perthitung lewat rotasi bumi terhadap matahari atu bulan pokoke ya constanta titik.
    Seandainya saya tukang becak yang hanya lulusan SMP, kemudian mencoba mensubtitusi persamaan tersebut:
    Mengayuh beca = Nasi sebugkus x c² ???
    Seandainya saya nelayan becak yang hanya lulusan SMA,
    Tsunami = 1 gr air lauk x c² ???
    Atau seandainya saya seorang ahli fisikawan modern yang mengotak ngatik persamaan tersebut kemudian disusul dengan teori “FUSI” atau “FISI” sehingga tahu seluk beluk reaksi “Nuclear”, berangkat dari gagasan tersebut saya mencoba membuat bahan dasar materi : m (materi) = E (energi nuclear) / c² ???
    Saya yakin mas Albert pasti tidak mentertawakan kondisi saya semuanya, malah dengan jujur beliau mengungkapkan “Suatu ilmu tampa agama akan menjadi buta”. Sebab tidak pernah diungkapkan Energi apa ? Materi apa ? dan Konstata kecepatan cahaya apa ?
    Kalau saya beriman (percaya) pada rumus persamaan E=mc² titik. Tentu kita seharusnya lebih beriman pada An Nahl 40 (16:40), tampa harus bertanya bagaimana asal muasal kehidupan titik, seperti saya beriman bahwa Nabi Adam a.s bukanlah manusa pertama tetapi sebagai Khalifah pertama titik (ada dalam komentar saya “Haniifa”).
    Surat An Nahl 40 (16:40).
    ‘Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.’
    Ikhlas suatu kata-kta yang mudah diucapkan tetapi susah diungkapkan.
    Sesungguhnya kita manusia sangat takabur pada hidayah yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa ta ‘ala, berupa akal fikiran.
    Al Kahfi 109 (18:109)
    Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
    “Berkorelasi” atau “tidak berkorelasi” ayat tersebut dengan disiplin ilmu APAPUN, saya yakin bahwa firman tersebut menyatakan sesuatu yang banyaknya tidak terhingga (~).
    Saya yakin sekali sebagai muslim, bahwa ada sesuatu “apapun itu” yanag tidak dapat dicapai oleh akal fikiran manusia.
    Sebelumnya saya mohon maaf kepada para ahli dibidang matematika, fisika, atau sastrawan…dsb, atau bahkan kepada para ulama, ustad, kyai yang telah lama menekuni kajian Al Qur’an & Al Hadist.
    Dengan kemampuan yang terbatas dibidang tersebut saya mencoba, untuk diri sendiri menterjemaahkan surat Al Ikhlash (112:1 s/d 4).
    1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”
    Kenapa Allah harus menyatakan hanya satu, bukankah kita juga yang mempunyai struktur DNA,RETINA,SIDIK JARI, SIDIK BIBIR juga cuma satu-satunya didunia ?
    2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
    Kenapa hanya Allah tempat bergantung, bukankah seorang bayi (0 bulan) akan mati kelaparan jika tidak ada ibunya, atau tidak ada susu pengganti. Kenapa “SUSU” bukan tempat bergantung bayi yang baru lahir untuk menyambung hidup ?
    3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
    Kenapa hanya Allah yang tidak beranak pianak, padahal kita tahu batupun tidak beranak ?
    4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
    Kenapa hanya Allah yang tidak boleh dibandingkan kesetaraanya dengan apapun, kata “seorang” ada yang menterjemaahkan “sesuatu” buat saya tidak menjadi soal.
    Padahal kita tahu bahwa kekuasaan Firaun, Presiden U.S.A, atau bahkan puncak gunung Himalaya pun tidak ada yang “setara” ?
    Apa maksudnya surat Al Iklash terpampang di masjid Al ‘Aqso ?
    Mari kita simak secara matematis.
    no. surat Al Ikhlas
    1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
    Statemen angka 1
    2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
    Statement operator, persamaan matematika x, /, +, -, = , > …dsb
    3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan
    Statemen angka 0, berapapun nilai 0/n = 0 atau 0 x n = 0
    4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
    Statemen bilangan ~ (atau tak terhingga).
    Gaib adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat atau dirasakan secara akal, fikiran, dan atau pancaindra manusia.
    Bilangan nol (0) secara nilai tidak ada ?
    Bilangan nol secara anggota 1 (satu)
    Kalau kita beriman kepada bilangan 0 itu ada, sudah seharusnya kita beriman kepada Allah Sang Maha Pencipta Segala Sesuatu ?
    Mencari zarah terkecil di jagad raya ? “KONYOL”
    Karena kita akan mencari nilai bilangan NOL.
    Adakah zarah terkecil di jagad raya ? “Insya Allah YAA”
    Karena kita mempercayai anggota bilangan nol.
    Pernah saya mengupas tentang bilangan 0, 1 , + ~ (plus tak hingga), - ~ (min tak hingga) di beberapa komentar “Haniifa”.
    Percaya bahwa anggota bilangan himpunan {0} adalah 1 = Beriman kepada Allah
    Percaya bahwa anggota bilangan himpunan {0} adalah 0 = Tidak bertuhan, tidak mempercayaai alam gaib, atau menyamakan secara matematis bahwa {0} = {} ?????
    Ada bebera rekan masih kurang faham mengenasi pembagian dengan Nol, mungkin terinsfirasi oleh sistem komputer (error devide by zero), untuk dunia komputer mungkin berlaku tapi tidak untuk dunia matematika atau secara akal sehat kita.
    (pernah saya bahas sebelumnya).
    1/+~ = +0,00…00 n (bilangan positip) kalau dibalik 1/+0,00…00n = + ~
    1/-~ = -0,00…00 n (bilangan negatip) kalau dibalik 1/-0,00…00n = - ~
    Kalau 1/0 dinyatakan tidak terdefinisi apakah sama + ~ dengan - ~
    Menyambung judul tulisan diatas, maaf saya tidak perlu Mas Alber Einsten, Steven Weinberg, Ahli Matematika, Ahli Fisika, Para filsuf Yunani, Socrates, Aristoteles dlll, cukup Allah saja, hanya dengan surat Al Ikhlas.
    Kalau benar datangnya dari Allah, kalau salah saya sangat terbuka untuk berdiskusi juga kepada MAS ARGO saya pribadi sangat berterima kasih telah memberikan luang dan topik-topik yang hangat. Amin.


No comments: